Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Clipper vs Trimmer: Dua Senjata Tajam di Era Media Sosial


Di dunia cukur-rambut, clipper memangkas volume; trimmer merapikan detail. Di media sosial? Sama saja, cuma ganti rambut jadi konten. Clipper adalah akun besar yang bikin gegap-gempita—viral, booming, penuh "wow". Trimmer adalah akun mikro-niche yang bikin konten tajam: sedikit followers, loyal, penuh makna.


Trending di media sosial saat ini bukan lagi buzzer dan banyaknya follower. Konon katanya, strategi clipper- memotong gambar dan menambah narasi, sangat efektif menarik orang menanggapi. Bahasa gambar dan video yang jelas dan tegas, lebih disukai audiens media sosial saat ini. Model Clipper ini, katanya adalah strategi yang diterapkan tim kampanye Prabowo-Gibran- adalah bukti kerja komunikasi politik yang efektif karna membawa Pasangan Prabowo-Gibran menang kontestasi Pilpres.


Ferry Irwandi, konten kreator sekaligus CEO Malaka Project, pernah menyindir tajam fenomena influencers besar yang asal “klop-klop” endorse tanpa misi moral. Menurutnya, clipper–konten—sering jadi buzzer yang memotong pemahaman publik, tapi abai menata tadinya. Dia menggambarkan ini sebagai bagian dari “perang media sosial”—ruang di mana ide berpadu dengan hype, tapi sering hasilnya kosong dan dangkal.


Clipper di medsos sering disamakan Ferry dengan influencer yang asal promo judi, NFT, atau jasa instan—hanya omong besar tanpa pertanggungjawaban. Dia mengkritik influencer yang “memotong” netizen demi konten, padahal yang terpotong adalah integritas dan akal sehat publik .


Sebaliknya, trimmer versi Ferry adalah mereka yang merapikan—konten edukatif, kritis, humanis. Seperti Malaka Project yang digagasnya: bukan sosok gemerlap, tapi konten yang dirancang rapi, tajam, dan punya dampak sosial. Ia “mengukir” pemikiran kritis pengikutnya, bukan hanya memanen followers .


Ferry bahkan pernah berbicara soal tanggung jawab influencer besar:


 “For all those influencers who promote online gambling… your hands are bleeding from those people” 


Ini satire tajam—bukan hanya mengecam konten clipper yang hanya memotong perhatian, tapi juga mengingatkan gelombang kerusakan sosial di balik itu.


Jadi kalau clipper adalah senjata potong cepat (viral, dangkal), trimmer adalah pisau presisi (nidetail, kritis). Ferry mengajak, “Kalau mau jadi clipper, siapkan etika. Kalau mau jadi trimmer, tetap tajam, tetap beretika.”



Jika media sosial adalah majelis cukur besar, clipper menerjang dengan kekuatan, tapi sering lupa bentuk. Trimmer jauh lebih pelan, namun meninggalkan jejak rapi—membentuk karakter. 


Jadi kamu mau jadi apa? Clipper yang bikin gegap-gempita tapi cepat hilang? Atau trimmer yang membentuk wacana—perlahan, tapi tahan lama? Pilihannya bukan cuma gaya—tapi juga tanggung jawab.


Post a Comment for " Clipper vs Trimmer: Dua Senjata Tajam di Era Media Sosial "