Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menara Babel Zaman Now



Kisah Menara Babel disebut-sebut dalam Injil perjanjian lama. Ada di Kitab Kejadian. Pembangunan menara ini diprakarsai oleh Nimrodz, anak cucu Nabi Nuh di zaman Babilon kuno, sebelum zaman Nebuchadnezzar. Orang tua Nimrodz adalah Cush, putra Ham.

Konon, Kota Babilon dan Ninive juga pertama dibangun oleh Nimrodz. 

Semua berawal dari keinginan untuk dikenang. Keinginan itu akhirnya menjadi ambisi dan ambisi itu melahirkan sebuah arogansi kekuasaan.

"Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit. Marilah kita cari nama supaya kita jangan terserak ke seluruh Bumi," demikian antara lain bunyi ajakan Nimrodz kepada orang-orangnya, seperti yang ditulis dalam Kitab Penciptaan.

Lambert Dolphin dalam The Tower of Babel dan The Confusion of Languages berusaha mencari jawaban, mengapa mereka membangun menara seperti itu. 

Untuk apa menara itu dibangun? Mencari kepuasan diri dan kemegahan diri. Itulah jawaban singkat Lambert Dolphin.

Sementara itu, dalam Alquran, pembangunan Tower of Babel (Menara Babilonia) ini serupa dengan cerita Firaun yang bermaksud ingin melihat Tuhannya Nabi Musa AS. 

Dalam surah Alqashash ayat 38 Firaun berkata kepada para pejabatnya.

"Hai, pembesar kaumku, aku tidak mengetahuai tuhan bagimu, selain aku. Maka, bakarlah, hai Haman, untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa. Dan, sesungguhnya, aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang yang pendusta," demikian Firaun.

Pernyataan itu bisa kita baca dalam surah Almu'min ayat 36-37.

Pembangunan sebuah kota, seperti yang dilakukan Nimrodz ketika itu, melambangkan dambaan manusia untuk terus berkumpul. Mereka takut tercerai-berai dan hidup di tempat yang belum mereka kenal, apalagi berhadapan dengan bahaya. Karena itu, didirikanlah sebuah kota (Babilon dan Ninive) sebagai pusat kegiatan, sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan mereka. 

"Marilah kita cari nama, marilah memegahkan diri," kata si penguasa empunya ide.

Di saat itu jabatan menjadi pusat segala kuasa. Menara dibangun untuk kebutuhan badan, jiwa, dan semangat. 

Bahkan, mereka ingin membangun menara yang mencapai langit. Kalau perlu, dapat memanah matahari dari puncak menara. Pendek kata, menara dibangun untuk pemuasan diri.

Namun alam berkehendak lain, ketika Nimrodz meminta pembangunan dipercepat, tiba-tiba bahasa yang dipergunakan para pekerja ini menjadi berbeda-beda.

Mereka tak bisa memahami bahasa mereka satu dan lainnya.

Inilah, yang menurut kisah, yang menjadi penyebab turunnya hukuman dari Tuhan sehingga mereka tercerai-berai dan tidak bisa memahami bahasa mereka satu sama lain.

Sindrom Menara Babel itu akhirnya merasuki Nebuchadnezzar II, yakni dengan membangun Taman Gantung dan Menara Babel di kompleks istananya. 

Ia membangun kompleks istana begitu megah yang sekarang sisa-sisanya masih bisa dilihat dan memerintahnya dengan tangan besi.

Kota Babilonia selama masa pemerintahan Nebuchadnezzar II, yang memerintah pada tahun 605 SM-562 SM, mencapai puncak keemasannya.

Zaman now, tiba-tiba ada ada Keppres 25 tahun 2024 tentang percepatan Ibu Kota Nusantara. Dalam Keppres itu dibuatlah kemudahan untuk menerbitkan sertifikat HGU hingga 190 tahun. 

Dalam waktu sekitar tiga bulan ke depan, ketika kekuasaan sudah jelas harus dilepaskan, mengapa Keppres ini seperti dipaksakan terbit?

Jawabannya barangkali linear dengan kisah Menara Babel. Selamat bagi yang sudah anu. 

Malam ini saya cukup bahagia ketika membaca kisah Menara Babel usai makan malam dengan sambal terasi. Setidaknya kisah ini melepaskan saya sejenak dari teror cicilan.

Harapan saya, banyak saudara sepercicilan yang juga bahagia dan bisa sejenak menepi dari aktivitas seru itu. Salam.

Penulis: Edhi Prayitno Ige, Jurnalis, Budayawan


Post a Comment for " Menara Babel Zaman Now"